Tantangan
serius bagi kepala sekolah di Indonesia dalam menghadapi rencana pelaksanaan
kurikulum 2013 adalah menguasai keterampilan melaksanakan manajemen perubahan.
Menurut kajian manajemen stratejik (Wheelen, Thomas L , Hunger David.
1995) implementasi perubahan dapat dilakukan melalui empat tahap.
Pertama menganalisis lingkungan atau
konteks perubahan. Berdasarkan hasil analisis konteks kepala sekolah
menentukan kebutuhan pengembangan kompetensi siswa agar yang sekolah
rencanakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam menghadapi tantangan kehidupan
nyata pada saat ini maupun pada masa depan.
Kedua, merumuskan strategi yang
meliputi penentuan visi-misi, tujuan, indikator, dan cara untuk mecapai tujuan.
Pada tahap ini perencana perlu memahami apa yang akan dikerjakan,
apa tujuannya dan indikator keberhasilan apa yang ditetapkannya. Masalah utama
di sini adalah dengan cara bagaimana mewujudkan target? Di sini berlaku kaidah,
kepala sekolah yang memilih cara lama akan mendapatkan hasil yang sama pula
dengan yang pernah dicapai.
Ketiga, menentukan program dan anggaran,
serta melaksanakannya. Pada tahap ini kepala sekolah memastikan bahwa rencana
kegiatan yang terpilih ditulis dalam dokumen program dan direalisasikan dalam
kegiatan nyata. Yang kepala sekolah lakukan sesuai dengan skenario yang
tertuang dalam program.
Keempat, menjamin bahwa pelaksanaan program memenuhi target proses dan hasil yang telah ditentukan. Kepastian ini dibuktikan dengan mengolah data supervisi dan evaluasi. Karena itu, pelaksanaan supervisi merupakan bagian terpenting setelah rencana ditetapkan dan pelaksanaannya berproses.
Keempat, menjamin bahwa pelaksanaan program memenuhi target proses dan hasil yang telah ditentukan. Kepastian ini dibuktikan dengan mengolah data supervisi dan evaluasi. Karena itu, pelaksanaan supervisi merupakan bagian terpenting setelah rencana ditetapkan dan pelaksanaannya berproses.
Perubahan
pada dasarnya untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Di sini berurusan
dengan perbaikan mutu. Berkaitan dengan perbaikan mutu dijelaskan
Prof. Deming sebagai proses yang tidak pernah berhenti. Konsepnya
terkenal dengan PDCA (Plan, Do, Check, dan Act), yaitu rencanakan,
laksanakan, pantau, dan lakukan perbaikan. PDCA digambarkan dalam lingkar
siklus berikut:
Dalam
menghimpun data sebagai dasar pijakan program kepala sekolah dapat
mengeksplorasi informasi dengan lima pertanyaan berikut:
- Apa yang kepala sekolah rencanakan dalam meningkatkan mutu pelayanan belajar pada pelaksanaan KTSP?
- Apa yang sesungguhnya kepala sekolah lakukan? Sesuai dengan rencanakah atau belum sesuai?
- Apakah kepala sekolah berhasil atau belum berhasil mencapai target program?
- Mengapa berhasil atau belum berhasil?
- Tindak lanjut apa yang sebaiknya kepala sekolah rencanakan melalui pelaksanaan kurikulum 2013?
Dengan
adanya perubahan kurikulum berkembang pemikiran baru tentang kepentingan
sekolah untuk beradaptasi terhadap berbagai bidang perubahan berikut:
Pertama:
Perubahan Standar Kompetensi Lulusan
Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) terstruktur dalam empat komponen, yaitu (1) SKL (2) Kompetensi Inti (KI)
(3) Kompetensi Dasar (4) Indikator Pencapaian Kompetensi
Struktur KI
meliputi (1) KI 1, Sikap
keagamaan (2) KI 2, Sosial kepribadian dan ahlak (3) KI 3,
Pengetahuan (4) KI 4, Penerapan Pengetahuan. Dalam implementasinya
KI 1, dan 2 tidak perlu diajarkan secara verbal tetapi guru gunakan untuk
pedoman pengembangan ahlak dan karakter. KI 1, dan 2 mengarahkan guru dalam
mengelola pembelajaran yang mementingkan pembentukan ahlak dan karakter
melalui penguatan pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan.
Pengetahuan
dikembangkan penguasaan fakta, konsep, prosedur, metakognitif.
Konsep ini mengacu pada buah pikiran Krathwohl (2000). Dilihat dari level
kematangan berpikir, maka tingkat penguasaan terori dipetakan sebagai berikut:
- SD: menguasai fakta dan konsep
- SMP: menguasasi fakta, konsep, dan prosedur.
- SMA/SMK: menguasai fakta, konsep, prosedur, dan metakognitif.
Perubahan Standar Isi:
Kurikulum
baru dikembangkan secara holistik yang terintegasi pada lingkunan maupun
kebutuhan hidup siswa. Penyajian materi pembelajaran menggunakan pendekatan
tematik integratif pada semua jenjang kelas SD. Pada SMP terdapat perubahan
khas IPA menjadi IPA terpadu dan IPS terpadu. Secara umum penyajian materi
menggunakan pendekatan sainstifik dengan menekankan pada pengembangan
keterampilan berpikir.
Pengembangan
kompetensi menyeimbangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diwujudkan
dalam aktivitas belajar yang dapat diobservasi dalam sejumlah aktivitas
berikut:
- sikap meliputi indikator operasional: menerima, mejalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
- keterampilan meliputi indikator operasional : mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.
- pengetahuan yang meliputi indikator operasional mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.
Jumlah mata
pelajaran dikurangi, tetapi jam belajar untuk setiap mata pelajaran maupun
keseluruhan ditambah. Jumlah mata pelajaran di SD menjadi 6 MP dan
untuk SMP menjadi 10 MP. Jam belajar di SD untuk kelas I, II,
III masing masing 30, 32, dan 34 jam, dan untuk kelas IV,V dan VI adalah 36 Jam
Pelajaran
Pembelajaran
kontekstual dan terpadu mengandung makna bahwa materi yang siswa pelajari
terintegrasi dengan pengalaman keseharian siswa. Proses ini menghasilkan
dasar-dasar pengetahuan yang mendalam. Siswa mampu menggunakan pengetahuannya
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Masalah
dikembangkan dari fenomena terkini sehingga masalah yang siswa hadap adalah hal
baru dan bisa jadi belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Dengan cara itu
mereka mendapatkan pengalaman belajar mengenai masalah nyata dalam hidupnya.
Berdasarkan pengalaman itu, siswa mengintegrasikan pengetahuan yang mereka
terima di sekolah dengan tantangan hidupnya yang nyata pada lingkungannya.
Ditekankan
pula bahwa di SMP, SMA, SMK menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
sebagai media pembelajaran pada semua pelajaran. Informasi ini menyiratkan
bahwa seluruh laboratorium komputer di sekolah akan berubah fungsi dari
tempat praktik menjadi media belajar. Perubahan ini mengubah komputer sebagai
mata pelajaran menjadi media pembelajaran.
Ketiga
Elemen Perubahan Proses Pembelajaran
Pembelajaran
berpusat pada siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa aktif berinteraksi,
beragumen, berdebat, dan berkolaborasi. Guru menjadi fasilitator. Guru
berusaha membuat kelas semenarik mungkin dengan menggunakan pendekatan
tematik-integratif di SD, pendekatan sains, dan kontekstual yang terencana pada
jenjang berikutnya.
Proses
pembelajaran berpusar sekitar tema sehingga memenbentuk jejaring pemikiran yang
terintegrasi. Pikiran siswa dikembangkan secara terpadu dengan dukungan
berbagai sumber; dari siapa saja, dari mana saja, dari internet, dari
perpustakaan sekolah, dari hasil praktik di luar kelas, dari praktik di dalam
kelas, dari pengalaman teman-teman, dari pengalaman orang-orang sukses.
Aktivitas
siswa dipertajam dengan meningkatkan kemampuan bertanya dan mereka mencari
sendiri jawabannya. Guru menggunakan contoh yang diperoleh dari analisis
bacaan, kenyataan dan yang diangkat dari hasil pengamatan
maupun dan pengalaman belajar siswa.
Aktivitas
dikembangkan dalam kerja sama tim. Guru mengembangkan kapasitas belajar
individu melalui kerja sama dalam kelompok. Belajar merupakan proses interaksi
sosial dengan sesama siswa yang saling mengasah, saling membantu untuk meraih
keberhasilan kelompok dan keberhasilan individu.
Pembelajaran
merangsang seluruh panca indra, komponen jasmani dan rohani terlibat aktif
dalam kegiatan belajar. Lebih dari itu guru memberdayakan perilaku khas dengan
menggunakan kaidah keterikatan dengan menyederhanakan kurikulum, mengurangi
mata pelajaran, dan menambah jam belajar.
Keempat; Elemen Perubahan Penilaian
Penilaian
menggunakan pendekatan otentik, menggunakan penilaian acuan patokan
(PAP), yaitu penilaian pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi
skor yang diperoleh siswa terhadap skor ideal berbasis kompetensi, memanfaatkan
portofolio sebagai gambaran perkembangan hasil belajar dalam
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk.
Mengelola
Perubahan
Sekolah
telah mendapat pelajaran dari pengalaman menerapkan KTSP yang terintegrasi
dengan upaya pemenuhan standar. Otonomi sekolah yang besar dalam menentukan
kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan siswa tidak kunjung terwujud. Paradigma
pembelajaran masih terikat pada tradisi sebelumnya. Pembelaran yang seharusnya
berpusat pada siswa tetap tidak kunjung bergeser dari pembelajaran berpusat
pada guru. Semua gejala tersebut menunjukkan bahwa sekolah belum berhasil mengelola
perubahan. Oleh karena itu, kepala sekolah kini tertantang untuk lebih
memusatkan perhatian pada penerapan manajemen perubahan.
Apakah
manajemen perubahan?
Dean
Anderson dan Linda Anderson (2010) menyatakan bahwa mengelola perubahan
merepresentasikan pengembangan keterampilan, metode, standar kinerja yang ada
pada saat ini. Esensi perubahan adalah meningkatkan kesadaran yang disertai
dengan aksi pada tataran praktis agar keadaan saat ini menjadi yang lebih baik
daripada sebelumnya. Fokus utama perubahan adalah memperbaiki keadaan sekarang
serta menjamin adanya meningkatnya kinerja, perbaikan berkelajutan, dan
pemenuhan kepuasan (p.52).
Perubahan
dapat dilakukan atas dua asumsi utama. Pertama, orang-orang memiliki kemampuan untuk berubah. Kedua,
mereka melakukan perubahan sehingga menjadi lebih baik karena memiliki argumen
yang tepat, tersedia sumber daya, memiliki motivasi dan terlatih. (p.55).
Dari
pernyataan tersebut kita memperoleh gambaran bahwa perubahan memerlukan argumen
yang tepat, ketersediaan sumber daya , keterlatihan, dan motivasi yang kuat.
Oleh karena itu kepala sekolah perlu memahami bahwa perubahan tidak hanya
menyangkut masalah teknis, namun jauh menukik pada perubahan prilaku.
Prilaku
kepala sekolah sendiri perlu berubah sehingga pada dirinya melekat sejulah
karakter sebagaimana hasil studi
yang dipimpin Gordon Mitchell (1999) menyatakan bahwa keberhasilan menerapkan
manajemen perubahan memerlukan dukungan karakteristik kepala sekolah yang
memenuhi indikator berikut:
- Berprilaku konstruktif.
- Berpikir positif tentang masa depan.
- Membangun persepsi pemangku kepentingan; pendidik, orang tua, dan siswa sehingga meyakini kepemimpinan kepala sekolah.
- Mengembangkan keterampilan interpersonal sebagai hal yang penting.
- Memiliki kedekatan hubungan dan bersikap koperatif dengan pemerintah.
- Memiliki dan memainkan peran :
- sebagai pengendali yang memiliki integritas moral yang tinggi.
- sebagai manajer krisis.
- sebagai manajer multibudaya.
- menjadi manajer partisipatif.
- menjadi pelopor dalam mengembangkan berbagai alternatif. (p.1)
Hasil
pemikiran Dean Anderson dan Linda Anderson menegaskan bahwa perubahan yang
berhasil jika memenuhi lima kriteria, yaitu: (1) memiliki perencanaan baru (2)
mengimplementasikan rancangan baru sebagai solusi (3) meraih target keberhasilan
sesuai dengan yang diharapkan (4) mengubah budaya organisasi sehingga mendukung
perbaikan proses secara berkelanjutan (5) kapasitas perubahan organisasi
berproses tanpa menimbulkan guncangan dengan menghasilkan pencapaian yang
terbaik (p. 22)
Berikut
model langkah praktis yang dapat kepala skeolah lakukan untuk mengembangkan 8
langkah praktis mengembangkan manajemen perubahan.
...bagaimana dengan sekolah yang kita cintai ini ..?
0 komentar :
Posting Komentar